This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Thursday, June 4, 2015

Gunung Padang, Indonesia, the oldest pyramid on the earth?


Frank Joseph: “The first archaeological survey of Gunung Padang appears in a “Report, the Department of Antiquities” (Rapporten van de Oudheidkundige Dienst) for Holland’s colonial office in 1914. Thirty-three years later, a Canberra team from the Australian National University’s Centre for Archaeological Research determined that Gunung Padang was far older than previously imagined.
Not until February 2012, however, was a State-sponsored evaluation of the site carried out, when thorough radiocarbon testing revealed it was built and first occupied about 4,800 years ago. As the researchers were carrying out their investigations, they noticed traces on Mount Padang’s surface of underground structures.




SEL DEWASA DAPAT DIJADIKAN BERSIFAT PLURIPOTENT (Review Penerima Nobel 2012 Di Bidang Fisiologi/Kesehatan)

Sel punca (stem cell) merupakan sel yang relative belum terspesialisasi dan dapat mereproduksi diri sendiri secara tak terbatas dan apabila terdapat pada kondisi yang sesuai maka sel-sel tersebut dapat berdeferensiasi menjadi sel-sel terspesialisasi dari satu tipe sel atau lebih (Cambell N. A. et al. 2008). Selain itu juga, dibanyak jaringan mereka bertindak layaknya system perbaikan internal (Internal Repair System), ketika Stem cell membelah, masing-masing sel baru memiliki potensi tetap sebagai Stem cell atau menjadi sel jenis lain dengan fungsi yang spesifik, seperti sel otot, sel darah merah, atau sel otak (Saputra V. 2006).
          1. Dogma Lama yang Terbantahkan
Stem cell atau dalam bahasan Indonesia lebih dikenal dengan istilah sel punca merupakan sel, atau jaringan yang tidak/belum terspesialisasi dan  mempunyai 2 sifat (Saputra V. 2006):
1. Kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi sel lain (differentiate). Dalam hal ini stem cell mampu berkembang menjadi berbagai jenis sel matang, misalnya sel saraf, sel otot jantung, sel otot rangka, sel pankreas, dan lain-lain.


Gambar 1. Perkembangan sel embrio dan sifatnya (Yu Junying dan Thomson J. A.  2006).
2. Kemampuan untuk memperbaharui atau meregenerasi dirinya sendiri (self-regenerate/self-renew). Dalam hal ini stem cell dapat membuat salinan sel yang persis sama dengan dirinya melalui pembelahan sel.


Gambar  2. Dr. John B. Gurdon (kiri) dan Dr. Shinya Yamanaka (kanan) (di ambil dari http://trialx.com dan http://www.ucsf.edu)

Berdasarkan kemampuan berdiferensiasi, stem cell dibagi menjadi beberapa sifat, yaitu: Totipotent. Masing-masing sel dapat berkembang menjadi individu baru. Yang termasuk dalam stem cell totipotent adalah zigot (telur yang telah dibuahi yang baru berumur 1-3 hari)  (Saputra V. 2006, Yu Junying dan Thomson J. A 2006, Pratiwi R. 2012). Pluripotent. Dapat berdiferensiasi menjadi 3 lapisan germinal: ektoderm, mesoderm, dan endoderm, tapi tidak dapat menjadi jaringan ekstrem bryonik, selain itu  Sel dapat membentuk lebih dari 200 tipe sel (Saputra V. 2006, Yu Junying and Thomson J. A 2006, Pratiwi R. 2012). Teori lama menyebutkan sel seperti ini hanya dapat ditemukan pafda embrio yang berumur 5-14 hari, akan tetapi dalam makalah ini disebutkan sifat ini dapat terjadi pada sel dewasa.  Multipotent. Dapat berdiferensiasi menjadi banyak jenis sel. Misalnya: hematopoietic stem cells, Jaringan janin, tali pusat, darah, dan stem cells dewasa (Saputra V. 2006). Unipotent,  hanya dapat menghasilkan 1 jenis sel (Pratiwi R. 2012). Tapi berbeda dengan non-stem cell, stem cell unipoten mempunyai sifat dapat memperbaharui atau meregenerasi diri (self-regenerate/self-renew) (Gambar 1) (Pratiwi R. 2012).
            Dogma biologi yang selama ini di pegang bahwa sel dewasa pada hewan tidak akan terprogram untuk berdeferensiasi kini goyah.  Dr. John B. Gurdon dan Dr. Shinya Yamanaka merupakan orang yang paling berjasa yang mengubah persepsi tersebut (Nobel prize committee, 2012). Dr. John Bertrand Gurdon adalah seorang ahli biologi berkebangsaan Inggris, University of Cambridge. Beliau  dikenal untuk penelitian dalam kloning dan transplantasi nuklir, Dr Gurdon menerima Penghargaan Lasker pada tahun 2009 dan sekarang Hadiah Nobel untuk Fisiologi atau Kedokteran 2012. Gurdon lebih popular padan masanya yaitu sekitar tahun 1995, penghargaan nobel diberikan berkat jasanya untuk pertama kalinya mengklon telur berudu (Nobel Prize Committee, 2012).


Gambar 3. Percobaan Dr. John B. Gurdon (Nobel prize committee, 2012).
1.       Penghilangan inti sel dengan menggunakan UV.
2.       Penggantian inti sel dengan inti sel dari sel epitel usus kodok
3.       Beberapa berkembang dan beberapa tidak berkembang
4.       Uji coba pada hewan hewan mamalia

Cara yang sama sebenarnya pernah dilakukan oleh Robert Bringgs dan Thomas King pada tahun 1952, percobaan tersebut menggunakan Rana pipiens, Penggantian inti sesama embrionik dapat tumbuh sampai berudu, akan tetapi apabila diganti dengan inti dari sel somatik maka tidak akan dapat tumbuh, mereke berkesimpulan  faktor tumbuh tersebut telah hilang sehingga tidak dapat berkembang menjadi individu baru. Percobaan serupa dilakukan oleh John B. Gurdon, dengan menggunakan Xenopus laevis dengan meneruskan penelusuran gurunya Fichberg dan Colleagues (Nobel prize committee, 2012).
            John B. Gurdon menggunakan UV untuk menghilangkan inti sel telur kodok, kemudian diganti dengan inti sel epitel usus, beberapa sel yang hasilkan tidak tumbuh, akan tetapi beberapa sel yang lain dapat tumbuh menjadi berudu (Nobel prize committee, 2012). Pada percobaan-percobaan berikutnya di uji cobakan ke hewan-hewan mamalia, sehingga percobaan inilah yang menjadi dasar Klonning (Gambar 3).


Gambar 4. Tingkat Penerimaan Clonning berdasarkan moral menurut agama Islam (Pratiwi R. 2012).

            Dr. Shinya Yamanaka yang berasal dari Kyoto university merupakan director Center for iPS Cell Research and Application dan seorang  profesor di the Institute for Frontier Medical Sciences di Universitas Kyoto  (Takahashi K., dan Yamanaka, S. 2006). Hasil penelitiannya telah membongkar paradigma lama yang berpendapat bahwa sel hewan akan kehilangan sifat pluripotentsinya apabila sel tersebut telah dewasa. Pengujian dilakukan dengan mencoba mengaktifkan reprogramming sel dengan memasukkan gen tertentu melalui perantara virus. Penemuannya merupakan langkah besar mengingat masih berkecimuknya penggunaan Embrionic stem cell pada beberapa Negara (Saputra V. 2006) (Gambar 4).

A.     2. Metode iPS (induced Pluripotent Cell) dan Penelitian Terkait


Gambar 5.  Pengujian iPS (induced Pluripotent Cell) (Rodolfa T. K. dan Eggan K. 2006)
A.       Transformasi cDNA dan G418 selection.
B.       Seleksi gene, sel positif menghasilkan β-galaktosidase  dan menjadi resisten terhadap konsentrasi tinggi neomisin.
C.        ES (embryonic stem cell), iPS-MEF(mouse embryonic fibroblasts)

Pengembangan Induced pluripotent cell atau disingkat “iPS” sebenarnya merupakan arah pemikiran logis dari penelitian yang pernah ada, peristiwa pembuatan hewan cloning pada hewan, secara tidak langsung membuat pemikiran bahwa meskipun yang di transfer adalah inti dari sel dewasa, akan tetapi dalam perkembangannya, inti sel yang bisa dikatakan dewasa tadi, tetaplah mengkoordinir atau memicu perkembangan pembelahan deferensiasi, dasar lainnya ditemukannya factor transkripsi dan adanya ESC pada tikus  (Yamanaka S. 2012a). Namun selama ini pemahaman sifat ini sulit untuk dipahami, sampai akhirnya Dr. Shinya Yamanaka mencoba untuk menerjemahkannya. Induksi iPS dilakukan dengan cara menginfeksikan virus yang membawa gen β-galaktosidase yang resisten terhadap neomisin untuk seleksi. Retrovirus membawa cDNA yang khusus yang merupakan molekul calon pemrograman ulang, sehingga sel-sel yang di hasilkan merupakan sel yang berhasil di rubah menjadi pluripotent. Meskipun jumlah sel pluripotent yang dihasilkan sedikit, hasil penyeleksian dipermudah dengan antibiotic tadi (Rodolfa T. K. dan Eggan K. 2006, Takahashi K., dan Yamanaka, S. 2006, Nobel prize committee, 2012)  (Gambar 5).


Gambar 6. Pengujian koloni G418 dengan kombinasi gen factor (Rodolfa T. K. dan Eggan K. 2006).
Embryonic fibroblast dan fibroblast di ambil dari ujung ekor (untuk pengujian) tikus dewasa, Pada awalnya Dr. Yamanaka, menduga 24 kandidat gen yang dapat mengaktifkan keadaan sel, sebelumnya senyawa-senyawa ini telah diujikan terlebih dahulu ke sel embryonic fibroblast (Rodolfa T. K. dan Eggan K. 2006, Takahashi K., dan Yamanaka, S. 2006, Nobel prize committee, 2012). Kandidat gen-gen tersebut adalah Ecat1, Dppa5 (Esg1), Fbxo15, Nanog, ERas, Dnmt3l, Ecat8, Gdf3, Sox1, Dppa4, Dppa, Fthl17, Sall4, Oct3/4, Sox2, Rex1 (Zfp42), Utf1, Tcl1, Dppa3 (Stella), Klf4, β-catenin, c-Myc, Stat3, Grb2, Ips (Rodolfa T. K. dan Eggan K. 2006). Cara penyeleksian menggunakan gen marker dengan asumsi apabila β- galaktosidase maka sifat pluripotent dapat dipastkan ada. setelah di analisis lebih lanjut, tersisa sepuluh kandidat senyawa, dan akhirnya ada 4 senyawa aktif (Rodolfa T. K. dan Eggan K. 2006, Takahashi K., dan Yamanaka, S. 2006).
Pada percobaan selanjutnya,  koloni  tidak terbentuk apabila factor gen Oct3 / 4 atau Klf4 di hilangkan. Penghapusan Sox2 mengakibatkan hanya beberapa G418-tahan koloni. Ketika c-Myc dihilangkan, G418-tahan juga tidak ada tanda-tanda pluripotent (Rodolfa T. K. dan Eggan K. 2006, Takahashi K., dan Yamanaka, S. 2006). Pemindahan satu factor tidak menunjukkan adanya tanda-tanda pluripotent sehingga disimpulkan bahwa Oct3 / 4, Klf4, Sox2 , dan c-Myc memainkan peran penting dalam generasi sel iPS dari MEFs (Yamanaka, S. 2012a). Kombinasi dua factor dari 4 kandidat tadi juga tidak menghasilkan hasil maksimal, sedangkan pemberian 3 faktor Oct3/4, Sox2 dan klf4 menghasilkan koloni, tapi penampakannya berbeda dari 4 faktor, hal serupa juga terjadi pada kobinasi Oct3/4, Sox2  dan C-Myc (Gambar 6) (Rodolfa T. K. dan Eggan K. 2006, Takahashi K., dan Yamanaka, S. 2006a).
Sejak tahun 2006, setelah pertama kalinya stem cell dilakukan pada sel dewasa, banyak penelitian yang dilakukan, selain karena semakin longgarnya peraturan yang berkaitan dari segi pemerintah, social, budaya dan agama.  Setidaknya ada 100 laporan yang membahas penelitian ini (Rodolfa T. K. dan Eggan K. 2006). Kekhawatiran menggunakan virus dalam aplikasi pengobatan membuat para ilmuan dalam beberapa tahun terakhir memikirkan metode-metode lain. Metode ini meliputi yang dilaporkan beberapa ilmuan; plasmid, Sendai virus, adenovirus, sintesis RNA, dan protein (Rodolfa T. K. dan Eggan K. 2006, Nobel prize committee, 2012). Selain itu, upaya telah dilakukan untuk menginduksi pemprograman ulang oleh molekul kecil. Di antaranya, plasmid dan Sendai virus sekarang secara rutin digunakan di banyak laboratorium (Rodolfa T. K. dan Eggan K. 2006, Nobel prize committee, 2012).  Di Pusat Penelitian your iPS dan Aplikasi, Kyoto University, metode favorit yang digunakan adalah menggunakan plasmid episomal baik retrovirus atau plasmid episomal untuk penelitian in vitro. Mereka lebih memilih metode ini karena lebih sederhana dan reproduktif (Rodolfa T. K. dan Eggan K. 2006).
Pada  aplikasi medis, dalam waktu yang begitu singkat setelah ditemukan, banyak penyakit yang dapat disembuhkah antara lain Amyotrophic lateral sclerosis (ALS), Rett syndrome, spinal muscular atrophy (SMA), α1-antitrypsin deficiency, familial hypercholesterolemia dan glycogen storage disease type 1A, dan sebagainya termasuk beberapa syndrome seperti Leopard syndrome (Nobel prize committee, 2012) dan penyakit Alzeimer yang penelitiannya sekarang masih berjalan (Israel et al. 2012). iPSCs dapat digunakan dalam bioteknologi hewan dan rekayasa genetika. Monyet, babi, dan anjing. Di masa depan, mungkin dapat digunakan untuk transplantasi organ manusia (Yamanaka S. 2012a). strategi yang sama. Sejauh ini para ilmuan masih berusaha mencari faktor tunggal untuk dijadikan kombinasi.
A.     2. Tantangan Penelitian
Sampai saat ini, bersumber dari kesuksesan pemprograman sel dewasa menjadi pluripotenet, banyak penelitian untuk memastikan kegunaan serta potensinya untuk di terapkan di dunia kesehatan. Salah satu pertanyaan yang paling penting tentang iPSCs adalah apakah mereka berbeda dari ESCs? (Yamanaka S. 2012ab) sampai saat makalah ini di tulis belum ada yang dapat memastikan mengenari perbedaan antara Embrionik stem cell degan iPSCs.      pertanyaan kedua, apakah kemampuan sel iPSCs secara fungsional berbeda dari ESCs? (Yamanaka S. 2012ab) Perbedaan ini diteliti melalui penkulturan secara invitro. Mereka menunjukkan bahwa semua klon ESC dibedakan menjadi PAX6 sel positif, dengan keberhasilan lebih dari 90%, tetapi klon iPSC menunjukkan diferensiasi yang lebih sedikit,  berkisar 10% sampai 50% saja (Nobel prize committee, 2012). Namun, Boulting et al., 2011 memeriksa kemampuan  16 klon iPSC manusia berdiferensiasi menjadi neuron motor dan menemukan bahwa 13 klon sebanding dengan ESCs. Sehingga dapat disimpulkan yang ada kesamaan antara iPSCs dan ESCs (Yamanaka S. 2012b) .


Gambar 7. Sifat overlapping antara ESC dan iPSC (Yamanaka, S. 2006a, Yamanaka, S. 2012b)
Secara keseluruhan, studi ini menunjukkan bahwa iPSC klon dan klon ESC telah tumpang tindih dalam hal sifat (Gambar 7). Data-data yang ada menunjukkan bahwa pemrograman ulang tidak lengkap atau tidak sempurna bukan masalah mendasar terkait dengan iPSCs (Yamanaka S., 2012a). Sebaliknya, perbedaan dalam kualitas klon iPSC tampaknya sebagian besar disebabkan oleh variabel teknis, seperti kombinasi faktor, metode pengiriman gen, dan kondisi kultur yang digunakan. Selain itu, beberapa variasi antara klon iPSC dapat dikaitkan dengan peristiwa stokastik selama pemrograman ulang, yang tidak dapat dikendalikan. Dengan demikian, evaluasi dan seleksi akan menjadi penting untuk mengidentifikasi klon iPSC yang cocok untuk aplikasi medis (Yamanaka S., 2012a).

KAJIAN PUSTAKA

Cambell N. A., Reece J. B., Urry L. A., Cain M. L., Wasserman S. A., Minorsky P. V., & Jackson R. B. 2008. Biologi, edisi 8, jilid 1. Jakarta= Erlangga.
Cambell N. A., Reece J. B., Urry L. A., Cain M. L., Wasserman S. A., Minorsky P. V., & Jackson R. B. 2009. Biology 9th edition. E-book
Dallman. 2009 video. Youtube. Essential Cell biology, 3 rd Edition by Albert, Bray, Hopkin, Johnson, Lewis, Raff, Robert, dan Walter. By Gorland Science
Fernholm A. 2012. Cell and sensibility. The royal swedish academy of sciences  http://kva.se
Israel et al. 2012. Probing sporadic and familial Alzheimer’s disease using induced pluripotent stem cells. doi:10.1038/nature10821
Lefkowitz R. J., 2004. Historical review: A brief history and personal retrospective of seven-transmembrane receptors. TRENDS in Pharmacological Sciences Vol.25 No.8
Linse S. S. 2012.  Studies of g-protein–coupled receptors. The nobel committee for chemistry. Box 50005 (lilla frescativägen 4 a), se-104 05 stockholm, sweden
Nobel prize committee, 2012. Mature cell can be reprogrammed to become pluripotent.
Pratiwi R. 2012. Aplikasi Dan Rekayasa Materi Genetik Pada Hewan Dan Manusia. PPT matakuliah rekayasa genetika 2012.
Pressmeddelande, 2012. The Nobel Prize in Chemistry 2012. BOX 50005, SE-104 05 Stockholm, Sweden.
Rodolfa T. K. dan Eggan K. 2006. A Transcriptional Logic for Nuclear Reprogramming. Cell 126, August 25, 2006 ©2006 Elsevier Inc : 652-656.
Saputra V. 2006.  Dasar-dasar Stem Cell  dan Potensi Aplikasinya  dalam Ilmu Kedokteran. Business Development Corporate Department, PT Kalbe Farma Tbk. Jakarta, Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran No. 153.
Steward K. B. 2007.  The Human Genetic Code- The Human Genome Project and Beyont. (www. Genetic. Edu. Au).
Takahashi, K., dan Yamanaka, S. (2006). Induction of Pluripotent Stem Cells from Mouse Embryonic and Adult Fibroblast Cultures by Defined Factors. J. Cell. 126.
Williams R. 2010. Robert Lefkowits: godfather of G Protein-Coupled Receptor. http://circres.ahajournals.org/cgi/content/full/106/5/812.
Yamanaka S. 2012a. Induced Pluripotent Stem Cells: Past, Present, dan Future Shinya. Cel press DOI 10.1016/j.stem.2012.05.005.
Yamanaka S. 2012b. Video pidato penerimaan nobel 2012. Download. http://www.ucsf.edu/news/2012/10/12915/shinya-yamanakas-road-2012-nobel-prize-medicine.
 Yu Junying dan Thomson J. A 2006. Embryonic Stem Cells. Science 20 Jan 2006; Vol. 311. No. 5759, p. 335

http://chile.usembassy.gov


MITOKONDRIA DAN PENUAAN (mitochondria and aging)

A.   STRUKTUR MITOKONDRIA
Mitokondria merupakan organel yang berbentuk lonjong, berukuran 0,5-1 μm. Mitokondria memiliki 2 lapis membran, yaitu membran luar dan membran dalam. Membran dalam memiliki struktur melipat ke dalam membentuk krista. Mitokondria memiliki dua kompartemen yaitu matriks dan ruang antar membran. Membran luar dapat dilalui oleh ion dan molekul berukuran kecil, sedangkan membran dalam bersifat impermeabel. Pada membran terdapat kompleks protein rantai respirasi, ATP sintase, dan berbagai transporter membran. Ruang matriks mengandung berbagai jenis enzim yang terlibat dalam oksidasi piruvat, asam lemak, dan asam amino, serta enzim yang terlibat dalam siklus asam sitrat1.

Gambar 1. Peta DNA Mitokondria pada manusia

 Seperti inti sel, mitokondria juga memiliki DNA sendiri, disebut DNA mitokondria (mtDNA). DNA mitokondria berbentuk double helix sirkuler, mengkode 2 rRNA, 22 tRNA dan 13 polipeptida, yang mana tujuh diantaranya merupakan komponen subunit penyusun kompleks I (NADH dehidrogenase), tiga subunit penyusun kompleks IV (sitokrom c oksidase), dua subunit penyusun kompleks V (ATP sintase), dan sitokrom b (merupakan subunit kompleks dari subunit III) (Anderson et al, 19812). Mitokondria berperan penting dalam proses respirasi aerob, yaitu menghasilkan ATP sebagai sumber energi sel. Selain ATP, sistem transportt elektron dalam proses respirasi juga memproduksi Reactive Oxygen Species (ROS)3. Mitokondria juga berperan dalam proses selular lainnya yaitu stress oksidatif, termogenesis, apoptosis3, biosintesis pirimidin, asam amino, fosfolipid nukleotida dan sebagainya4.
Proses respirasi aerob terdiri atas 4 tahap, yaitu glikolisis (reaksi pengubahan glukosa menjadi asam piruvat; terjadi di sitoplasma), dekarboksilasi oksidatif asam piruvat (reaksi pengubahan asam piruvat menjadi asetil ko-A; terjadi di ruang intermembran mitokondria), siklus Krebs (siklus asam sitrat, menghasilkan CO2, NADH, dan FADH2; terjadi di dalam matriks mitokondria), dan sistem transport elektron (transfer elektron dari NADH dan FADH2 ke O2; terjadi di membran dalam mitokondria (krista), kompleks I-V). Pada krista ini terdapat lima kompleks mitokondria yang berperan dalam sistem transport elektron.
Kompleks I NADH: ubiquinon oksidoreduktase (disebut juga NADH dehidrogenase), merupakan kompleks protein berukuran besar terdiri atas 43 rantai polipeptida, sebuat flavoprotein yang membawa flavin mononukelotida (FMN), dan setidaknya 6 pusat besi-sulfur (Fe-S). Kompleks I berfungsi mengkatalisis reaksi pemindahan elektron dari NADH ke ubiquinon. Amytal, rotenone dan piericidin A menghambat aliran elektron dari pusat Fe-S kompleks menuju ubiquinon. Dengan demikian mereka menghentikan keseluruhan proses respirasi. Ubiquinol (QH2) bergerak di dalam inner membran dari kompleks I menuju kompleks III tempat ia dioksidasi kembali menjadi ubiquinon (Q).
Kompleks II Suksinat: ubiquinon oksidoreduktase (disebut juga suksinat dehidrogenase), merupakan satu-satunya enzim siklus asam sitrat yang terikat pada membran. Kompleks ini mengandung dua jenis gugus prostetik, FAD dan Fe-S. Pada Kompleks II, elektron mengalir dari suksinat ke FAD, dan selanjutnya melalui Fe-S akhirnya menuju ubiquinon.
Kompleks III ubiquinol: sitokrom c oksidoreduktase (sering disebut kompleks sitokrom bc1). Kompleks ini memindahkan elektron dari ubiquinol (QH2) ke sitokrom c. Proses transfer elektron ini terkait dengan transport proton dari matriks ke ruang antarmembran. Kompleks III di jumpai dalam bentuk dimer, masing-masing monomer memiliki 11 sub unit. Tiga subunit yaitu sitokrom b, protein besi-sulfur Rieske, sitokrom c1 membentuk pusat fungsi. Sitokrom c1 dan protein besi-sulfur Rieske menyembul keluar dan dapat berinteraksi dengan sitokrom c pada ruang antar membran. Kompleks III memiliki dua situs pengikatan ubiquinon, yaitu situs yang terletak pada sisi luar (QP) dan sisi dalam (QN). 
Kompleks IV sitokrom oksidase berfungsi mentransfer elektron dari sitokrom c menuju O2. Bagian inti kompleks IV terdiri dari subunit I, II, dan III. Subunit I mengandung dua gugus heme (a dan a3) dan sebuah ion tembaga (CuB). Heme a3 dan CuB membentuk pusat berinti ganda yang bertugas menerima elektron dari heme a dan menstransfer elektron tersebut ke O2 yang terikat pada heme a3. Subunit II mengandung dua ion tembaga yang terikat pada residu sistein membentuk sebuah pusat berinti ganda yang disebut CuA. Subunit III nampaknya penting bagi fungsi kompleks IV namun perannya belum dipahami secara rinci.
Kompleks V ATP sintase mengkatalisis reaksi bolak-balik yaitu reaksi pembentukan ATP dari adenosin difosfat (ADP) dan fosfat anorganik (Pi), dan reaksi sebaliknya yaitu penguraian ATP menjadi ADP dan Pi. Proses pembentukan ATP ini terkait dengan aliran proton dari ruang antar membran menuju matriks melintasi membran dalam. ATP sintase tersusun atas dua komponen utama yaitu komponen F1 yang merupakan protein peripheral (ekstrinsik) dan komponen F0 yang merupakan protein integral (intrinksik) pada membran. Bagian F1 berbentuk bulat lonjong dan menyembul ke bagian matriks mitokondria. Situs katalitik enzim ini berada pada bagian F1 sedangkan saluran proton berada pada bagian F0. Bagian F1 memiliki lima jenis sub unit dengan komposisi  α3, β3, γ, δ, dan Ԑ. Ketiga subunit α tersusun berselang-seling dengan ketiga subunit β menyerupai susunan bulir buah jeruk, subunit γ berasosiasi dengan subunit δ membentuk poros di bagian tengah. Poros ini merupakan salah satu dari dua tangkai yang menghubungkan F1 dan F0. Situs katalitik enzim terletak pada subunit β. Subunit γ selalu berasosiasi dengan salah satu subunit β, yaitu yang berada dalam konformasi O (open).


B.   mtDNA DAN PROSES PENUAAN
mtDNA hanya berukuran 1-3% saja apabila dibandingkan dengan DNA inti, namun mtDNA memiliki kontribusi yang sangat penting, antara lain: 1) memiliki tingkat mutasi yang lebih tinggi daripada DNA inti, kemungkinan merupakan konsekuensi karena bersinggungan langsung dengan Rantai Transfer Elektron (RTE); 2) mitokondria mengkode polipeptida yang dibutuhkan oleh RTE dan juga mensintesis protein lainnya, sehingga suatu mutasi pengkodean akan berpengaruh terhadap RTE secara menyeluruh, selain itu dapat berpengaruh pada penggabungan dan fungsi pada beberapa gen RTE secara kompleks; 3) kerusakan RTE dapat menyebabkan efek pleiotropik karena merusak seluruh energetik seluler1.
Teori radikal bebas pertama kali dipopulerkan pada tahun 1956. Radikal bebas merupakan molekul yang tidak mempunyai pasangan elektron, memiliki sifat sangat tidak stabil dan dapat bereaksi dengan sangat cepat dengan molekul lainnya yang berdekatan, menangkap elektron untuk mencapai kesetabilan. Ketika molekul yang menjadi target kehilangan elektron (teroksidasi) maka molekul ini menjadi radikal bebas dengan sendirinya5, selanjutnya akan terjadi reaksi berantai dan pada akhirnya akan menghancurkan sel6.
Radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya mutasi somatik pada mtDNA sehingga menyebabkan kesalahan pengkodean rantai polinukleotida. Kesalahan pengkodean akan mempengaruhi aktivitas kompleks enzim mitokondria, dan akhirnya akan mengganggu rantai transport elektron.
Penuaan merupakan fenomena multifaktorial yang dikarakterisasi oleh penurunan fungsi fisiologi yang bergantung pada waktu. Penurunan fisiologi ini dipercaya berhubungan dengan akumulasi kerusakan dalam jalur metabolik. Penelitian tentang bagaimana proses penuaan marak dilakukan, dan diduga faktor utama  yang menyebabkan kejadian ini yaitu proses “Reactive Oxigen Species (ROS)2, 5, 6, 3, 7.
Reactive Oxigen Species (ROS) adalah molekul yang sangat reaktif yang terdiri dari sejumlah senyawa kimia yang beragam termasuk anion superoksida (O2-), radikal hidroksil (OH-), dan hidrogen peroksida (H2O2)7. ROS dihasilkan terutama sebagai produk sampingan dari respirasi mitokondria5,7, juga dari proses katabolik dan anabolik lainnya5. Mitokondria dianggap target utama dari kerusakan oksidatif dan memainkan peran penting dalam penuaan5, 7.  
Pada mitokondria, 1-5% oksigen yang diambil oleh mitokondria akan dijadikan sebagai ROS5. Kompleks mitokondria I dan III adalah situs utama dari generasi superoksida dan memberikan kontribusi terbesar terhadap produksi ROS7. Meskipun jumlah enzim seperti NADPH oksidase juga menghasilkan ROS dalam jumlah kecil, telah ditemukan bahwa lebih dari 90% dari proses intraseluler ROS dihasilkan dengan rantai respirasi di dalam membran dalam mitokondria selama metabolisme aerobik berlangsung5.
Peningkatan jumlah ROS di dalam mitokondria, dan juga stress oksidatif dapat ditimbulkan dengan menurunkan kapasitas sistem antioksidan di dalam sel. Pada kondisi fisiologis normal, sel-sel dapat mengatasi dan membuang ROS oleh berbagai enzim antioksidan termasuk manganese- dan copper/zinc-superoksida dismutase (MnSOD danCu/ZnSOD), glutathione peroksidase dan katalase, yang kemudian berubah menjadi air dengan glutation peroksidase atau katalase. Enzim ini bersama-sama dengan antioksidan berberat molekul kecil, seperti glutathione dan vitamin C dan E, dapat membuang ROS dan radikal bebas5.
Kerusakan mtDNA yang diwariskan mengarah pada akumulasi molekul mtDNA dengan mutasi delesi, duplikasi dan titik. Dari semua mutasi mtDNA, delesi 4.977-bp menunjukkan peningkatan secara bertahap dengan usia, terutama pada jaringan postmitotik manusia (misalnya, otot, hati, paru-paru dan otak)5.
Tabel berikut menjelaskan beberapa mutasi yang dapat terjadi dan mengakibatkan tanda-tanda penuaan.

Gambar 2. Pengaruh Perubahan DNA Mitokondria terhadap Tanda-Tanda Penuaan
 Senyawa kardiolipin, Carnitine, dan CoQ juga turut mempengaruhi proses penuaaan7. Kardiolipin adalah komponen dari proses produksi energi yang ditemukan hampir secara eksklusif di mitokondria. Jumlah kardiolipin alami menurun seiring bertambahnya usia. Peroksidasi lipid, merupakan jenis kerusakan oksidan yang lebih sering terjadi pada sel-sel tua, menyebabkan penurunan kardiolipin. Akumulasi senyawa kardiolipin yang cacat dapat membahayakan efisiensi produksi energi.
Karnitin, suatu asam amino, juga penting untuk metabolisme mitokondria
karena membantu asam lemak masuk ke mitokondria,
sehingga mereka dapat dimetabolisme. Defisiensi karnitin menyebabkan ketidakmampuan untuk memenuhi energi tersimpan dalam bentuk asam lemak yang dibangun dari lemak intermediet l dan dapat menimbulkan racun bagi sel. mitokondria dari sel yang lebih tua cenderung mengandung jumlah karnitin yang sedikit. Karnitin dan kardiolipin membentuk kompleks dalam membran mitokondria. Coenzyme Q10, juga dikenal sebagai CoQ10 atau ubiquinone, adalah faktor lain yang diperlukan untuk produksi energi. Terdapat dalam makanan dan dapat diproduksi dari prekursor sederhana. Kekurangan CoQ10 dapat mempengaruhi fungsi otak dan saraf, dan penuaan sel otot rangka.
DAFTAR RUJUKAN

1 Marzuki, S. 2003. Mitochondrial Medicine Eijkman Lecture Series 1. Lembaga Biologi Molekul Eijkman. Jakarta.

2 Alexeyev F. M., Ledoux P. S. dan Wilson L. G. 2004.  Mitochondrial DNA and Aging. Clinical Science 107, 355-364.

3 Peterson M. C.,  Johannsen L. D., and Ravussin E. 2012. Review Article Skeletal Muscle Mitochondria and Aging: A Review. Journal of Aging Research Volume 2012, Article ID 194821, 20 pages doi:10.1155/2012/194821.

4 Artika M. I. 2003. Struktur dan Fungsi Biogenesis Mitokondria. Mitokondrial Medicine Eijkman Lecture Series 1. Lembaga Biologi Molelular Eijkman. Jakarta.

5 Wey Y. H. dan Pang Y. C. 2005. The Role of Mitochondria in The Human Ageing Process. BTi.

6 Arnold Y. Seo, Joseph A.,  Dutta D., Judy C. Y. Hwang, John P. Aris dan Leeuwenburgh C. 2010. New Insights into The Role of Mitochondria in Aging: Mitochondrial.

7 Cui H., Kong Y., dan Zhang H. 2012. Review Article Oxidative Stress, Mitochondrial Dysfunction, and Aging. Journal of Signal Transduction, Article ID 646354, 13 pages doi:10.1155/2012/646354

8 Lenaz, Georgio. 1998. Role of Mitochondria in Oxidative Stress and Ageing. Biochimica et Biophysica Acta 1366 (1998) 53-67.