Sekuencing adalah metode
yang digunakan untuk menentukan urutan
nukleotida pada sekuen atau untaian DNA. Meskipun penemuan struktur DNA dobel helix telah diketahui sejak tahun 1953,
akan tetapi struktur gen dan genome baru dapat diperjelas pada tahun 1970-an
dengan metode sekuencing. Basa nukleotida yang pertama kali di sekuencing
sepanjang 24 bp pada E. coli yang berpedan sebagai pengikat repressor lac oleh Maxam-Gilbert :
TGGAATTGTGAGCGGATAACAATT
ACCT T AACACTCGCCTAT TGTTAA
Ini merupakan suatu
karya yang di dapatkan dengan bersusah payah selama beberapa tahun. Galvanis Gilbert
dan rekannya Alan Maxam untuk menciptakan metode sekuensing berdasarkan sifat kimia pembelahan
molekul DNA pada spesifik c jenis nukleotida. Teknologi kedua, dikembangkan
oleh Fred Sanger, sdan di publikasikan pada tahun 1977, didasarkan pada enzimatik
perpanjangan untai DNA ke basis
mengakhiri defined. Gilbert dan Sanger keduanya memenangkan Hadiah Nobel untuk
kontribusi mereka untuk sekuensing DNA
teknologi. Teknik mereka memiliki
throughput yang sama 500-700 basis diperoleh dalam setiap percobaan beberapa hari-panjang, dan
akurasi yang sama, yang mendekati 99,9%.
Tapi hanya teknik Sanger adalah mudah
setuju untuk otomatisasi, dan sekuensing DNA mencapai potensi penuh hanya dengan
otomatisasi.
Pada hakekatnya, semua
data yang ada sekarang merupakan sebuah perjalanan panjang sehingga terkumpul
menjadi bank data, di mulai dari bagaimana cara sekuencing yang ters
berubah-ubah dan mengalami pembaharuan dan modifikasi. Perkembangan ini tidak
lepas dari kinerja multidiscipline ilmu yang harus saling berkolaborasi.
Misalnya Microbiologi, biokimia, molecular biologi, microbiologi, perangkat
peralatan keras dan computer.
Proyek besar seperti Human Genome Project (HGP), membutuhkan spesialisasi
keahlian, terlebih lagi inovasi dari beberapa sector ilmuan, di butuhkan ilmuan
dari beberapa multidisiplin yang saling berkolaborasi secara efektif. Semua
data di kolaborasikan bersama dalam data base besar yang disebut dengan bank genes yang sekarang salah satunya
terpusat pada www.ncbi.nlm.nih.gov , web ini juga merupakan arena
komunikasi data bagi seluruh ilmuan yang penelitiannya berkaitan dengan sekuent
nukleotida, sehingga penelitian di duania ini dapat berjalan dengan harmonis.
Metode
Maxam-Gilbert
Metode maxam gilbert
untuk DNA sekuencing di kempbangkan pada pertengahan 1970-an, dan menggunakan
perbandingan fragmen nested, artinya membandingkan dari banyak sekuen pada
taraf PCR dengan dengan cara mengubah conformasi dari struktur basa pada
nukleotida. Pengubahan struktur tersebut menggunakan bahan kimia sehingga
metode ini sering disebut juga metode sekuncing kimia.
Pada metode ini, untaian
tunggal DNA di labeli pada ujung 5’, yang konformasinya dirubah menggunakan
reagent yang spesifik. Biasanya menggunakan
Dimetil sulfat dan piperidin untuk basa guanin. Perlakuan Adenin dengan
pembeian Dimetil sulfat, piperidin dan asam.
Perlakuan Timin dengan pemberian Hydrazine dan piperidin. Perlakuan
Cytosin, dengan pemberian Hydrazine, piperidin dan garam (Gambar 1). Cara kerja
selanjutnya yaitu di lihat menggunakan gel poliakrilamit, yang akan
menghasilkan penampakkan dari pelabelan tadi, tetapi akan mendapatkan ujung
yang berbeda-beda karena adanya perubahan konformasi. Sekuent dapat di baca
menggunakan autoradiograph.
Melalui
penemuan ini maxam dan gilbert mendapat anugrah Bobel prize. Metode ini di
anggap lebih maju dari pada metode sanger (diuraikan kemudian), karena tidak
menggunakan primer. penerapannya secara inheren terbatas pada urutan yang
berdekatan dengan situs pembatasan atau termini tetap lainnya. kelemahan lainnya yaitu
menggunakan reagen yang beracun yaitu hydrazine yang merupakan neurotoxin.
Metode
ini mulanya cukup populer karena dapat langsung menggunakan DNA hasil pemurnian,
sedangkan metode Sanger pada waktu itu memerlukan kloning untuk
membentuk DNA untai tunggal. Seiring dengan dikembangkannya metode terminasi
rantai, metode sekuensing Maxam-Gilbert menjadi tidak populer karena kerumitan
teknisnya, digunakannya bahan kimia berbahaya, dan kesulitan dalam scale-up.
Gambar 2 : Gambaran/alur
sekuensing metode Maxam-Gilbert
Metode Sanger
Gambar 3 : Frederick Sanger
|
Point utama dalam metode
ini adaah digunakannya ddNTP (gambar 4), yang
merupakan gula ribose yang kehilangan dua gugus O, sehingga reaksi tidak
dapat berlanjut. ddNTP juga sudah mendapat perlakuan pelabelan sehingga dapat
diamati secara baik. ddNTP akan menempel secara random sehingga akan mengisi sela-sela dNTP (gula
ribose yang dibutuhkan secara normal pada reaksi PCR). Urutan-urutan random
yang dihasilkan kemudian di gabungkan sehingga mampu menjelaskan urutan
nuklotida.
Gambar 5: Gambaran sekuencing metode sanger
|
Pada metode yang asli, urutan nukleotida DNA tertentu dapat
disimpulkan dengan membuat secara paralel empat reaksi perpanjangan rantai
menggunakan salah satu dari empat jenis basa pemutus rantai pada masing-masing
reaksi. Fragmen-fragmen DNA yang kemudian terbentuk dideteksi dengan menandai (labelling)
primer yang digunakan dengan fosfor radioaktif sebelum reaksi sekuensing dilangsungkan. Keempat hasil
reaksi tersebut kemudian dielektroforesis pada empat lajur yang saling bersebelahan pada gel poliakrilamida.
Hasil pengembangan metode
ini menggunakan empat macam primer yang ditandai dengan pewarna berpendar (fluorescent dye).
Hal ini memiliki kelebihan karena tidak menggunakan bahan radioaktif;
selain menambah keamanan dan kecepatan, keempat hasil reaksi dapat dicampur dan
dielektroforesis pada satu lajur pada gel. Metode ini dikenal sebagai metode dye primer sequencing.
Gambar 6: Poliacrilamit gel yang digunakan untuk sekuencing
|
No comments:
Post a Comment