Thursday, June 4, 2015

MITOKONDRIA DAN PENUAAN (mitochondria and aging)

A.   STRUKTUR MITOKONDRIA
Mitokondria merupakan organel yang berbentuk lonjong, berukuran 0,5-1 μm. Mitokondria memiliki 2 lapis membran, yaitu membran luar dan membran dalam. Membran dalam memiliki struktur melipat ke dalam membentuk krista. Mitokondria memiliki dua kompartemen yaitu matriks dan ruang antar membran. Membran luar dapat dilalui oleh ion dan molekul berukuran kecil, sedangkan membran dalam bersifat impermeabel. Pada membran terdapat kompleks protein rantai respirasi, ATP sintase, dan berbagai transporter membran. Ruang matriks mengandung berbagai jenis enzim yang terlibat dalam oksidasi piruvat, asam lemak, dan asam amino, serta enzim yang terlibat dalam siklus asam sitrat1.

Gambar 1. Peta DNA Mitokondria pada manusia

 Seperti inti sel, mitokondria juga memiliki DNA sendiri, disebut DNA mitokondria (mtDNA). DNA mitokondria berbentuk double helix sirkuler, mengkode 2 rRNA, 22 tRNA dan 13 polipeptida, yang mana tujuh diantaranya merupakan komponen subunit penyusun kompleks I (NADH dehidrogenase), tiga subunit penyusun kompleks IV (sitokrom c oksidase), dua subunit penyusun kompleks V (ATP sintase), dan sitokrom b (merupakan subunit kompleks dari subunit III) (Anderson et al, 19812). Mitokondria berperan penting dalam proses respirasi aerob, yaitu menghasilkan ATP sebagai sumber energi sel. Selain ATP, sistem transportt elektron dalam proses respirasi juga memproduksi Reactive Oxygen Species (ROS)3. Mitokondria juga berperan dalam proses selular lainnya yaitu stress oksidatif, termogenesis, apoptosis3, biosintesis pirimidin, asam amino, fosfolipid nukleotida dan sebagainya4.
Proses respirasi aerob terdiri atas 4 tahap, yaitu glikolisis (reaksi pengubahan glukosa menjadi asam piruvat; terjadi di sitoplasma), dekarboksilasi oksidatif asam piruvat (reaksi pengubahan asam piruvat menjadi asetil ko-A; terjadi di ruang intermembran mitokondria), siklus Krebs (siklus asam sitrat, menghasilkan CO2, NADH, dan FADH2; terjadi di dalam matriks mitokondria), dan sistem transport elektron (transfer elektron dari NADH dan FADH2 ke O2; terjadi di membran dalam mitokondria (krista), kompleks I-V). Pada krista ini terdapat lima kompleks mitokondria yang berperan dalam sistem transport elektron.
Kompleks I NADH: ubiquinon oksidoreduktase (disebut juga NADH dehidrogenase), merupakan kompleks protein berukuran besar terdiri atas 43 rantai polipeptida, sebuat flavoprotein yang membawa flavin mononukelotida (FMN), dan setidaknya 6 pusat besi-sulfur (Fe-S). Kompleks I berfungsi mengkatalisis reaksi pemindahan elektron dari NADH ke ubiquinon. Amytal, rotenone dan piericidin A menghambat aliran elektron dari pusat Fe-S kompleks menuju ubiquinon. Dengan demikian mereka menghentikan keseluruhan proses respirasi. Ubiquinol (QH2) bergerak di dalam inner membran dari kompleks I menuju kompleks III tempat ia dioksidasi kembali menjadi ubiquinon (Q).
Kompleks II Suksinat: ubiquinon oksidoreduktase (disebut juga suksinat dehidrogenase), merupakan satu-satunya enzim siklus asam sitrat yang terikat pada membran. Kompleks ini mengandung dua jenis gugus prostetik, FAD dan Fe-S. Pada Kompleks II, elektron mengalir dari suksinat ke FAD, dan selanjutnya melalui Fe-S akhirnya menuju ubiquinon.
Kompleks III ubiquinol: sitokrom c oksidoreduktase (sering disebut kompleks sitokrom bc1). Kompleks ini memindahkan elektron dari ubiquinol (QH2) ke sitokrom c. Proses transfer elektron ini terkait dengan transport proton dari matriks ke ruang antarmembran. Kompleks III di jumpai dalam bentuk dimer, masing-masing monomer memiliki 11 sub unit. Tiga subunit yaitu sitokrom b, protein besi-sulfur Rieske, sitokrom c1 membentuk pusat fungsi. Sitokrom c1 dan protein besi-sulfur Rieske menyembul keluar dan dapat berinteraksi dengan sitokrom c pada ruang antar membran. Kompleks III memiliki dua situs pengikatan ubiquinon, yaitu situs yang terletak pada sisi luar (QP) dan sisi dalam (QN). 
Kompleks IV sitokrom oksidase berfungsi mentransfer elektron dari sitokrom c menuju O2. Bagian inti kompleks IV terdiri dari subunit I, II, dan III. Subunit I mengandung dua gugus heme (a dan a3) dan sebuah ion tembaga (CuB). Heme a3 dan CuB membentuk pusat berinti ganda yang bertugas menerima elektron dari heme a dan menstransfer elektron tersebut ke O2 yang terikat pada heme a3. Subunit II mengandung dua ion tembaga yang terikat pada residu sistein membentuk sebuah pusat berinti ganda yang disebut CuA. Subunit III nampaknya penting bagi fungsi kompleks IV namun perannya belum dipahami secara rinci.
Kompleks V ATP sintase mengkatalisis reaksi bolak-balik yaitu reaksi pembentukan ATP dari adenosin difosfat (ADP) dan fosfat anorganik (Pi), dan reaksi sebaliknya yaitu penguraian ATP menjadi ADP dan Pi. Proses pembentukan ATP ini terkait dengan aliran proton dari ruang antar membran menuju matriks melintasi membran dalam. ATP sintase tersusun atas dua komponen utama yaitu komponen F1 yang merupakan protein peripheral (ekstrinsik) dan komponen F0 yang merupakan protein integral (intrinksik) pada membran. Bagian F1 berbentuk bulat lonjong dan menyembul ke bagian matriks mitokondria. Situs katalitik enzim ini berada pada bagian F1 sedangkan saluran proton berada pada bagian F0. Bagian F1 memiliki lima jenis sub unit dengan komposisi  α3, β3, γ, δ, dan Ԑ. Ketiga subunit α tersusun berselang-seling dengan ketiga subunit β menyerupai susunan bulir buah jeruk, subunit γ berasosiasi dengan subunit δ membentuk poros di bagian tengah. Poros ini merupakan salah satu dari dua tangkai yang menghubungkan F1 dan F0. Situs katalitik enzim terletak pada subunit β. Subunit γ selalu berasosiasi dengan salah satu subunit β, yaitu yang berada dalam konformasi O (open).


B.   mtDNA DAN PROSES PENUAAN
mtDNA hanya berukuran 1-3% saja apabila dibandingkan dengan DNA inti, namun mtDNA memiliki kontribusi yang sangat penting, antara lain: 1) memiliki tingkat mutasi yang lebih tinggi daripada DNA inti, kemungkinan merupakan konsekuensi karena bersinggungan langsung dengan Rantai Transfer Elektron (RTE); 2) mitokondria mengkode polipeptida yang dibutuhkan oleh RTE dan juga mensintesis protein lainnya, sehingga suatu mutasi pengkodean akan berpengaruh terhadap RTE secara menyeluruh, selain itu dapat berpengaruh pada penggabungan dan fungsi pada beberapa gen RTE secara kompleks; 3) kerusakan RTE dapat menyebabkan efek pleiotropik karena merusak seluruh energetik seluler1.
Teori radikal bebas pertama kali dipopulerkan pada tahun 1956. Radikal bebas merupakan molekul yang tidak mempunyai pasangan elektron, memiliki sifat sangat tidak stabil dan dapat bereaksi dengan sangat cepat dengan molekul lainnya yang berdekatan, menangkap elektron untuk mencapai kesetabilan. Ketika molekul yang menjadi target kehilangan elektron (teroksidasi) maka molekul ini menjadi radikal bebas dengan sendirinya5, selanjutnya akan terjadi reaksi berantai dan pada akhirnya akan menghancurkan sel6.
Radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya mutasi somatik pada mtDNA sehingga menyebabkan kesalahan pengkodean rantai polinukleotida. Kesalahan pengkodean akan mempengaruhi aktivitas kompleks enzim mitokondria, dan akhirnya akan mengganggu rantai transport elektron.
Penuaan merupakan fenomena multifaktorial yang dikarakterisasi oleh penurunan fungsi fisiologi yang bergantung pada waktu. Penurunan fisiologi ini dipercaya berhubungan dengan akumulasi kerusakan dalam jalur metabolik. Penelitian tentang bagaimana proses penuaan marak dilakukan, dan diduga faktor utama  yang menyebabkan kejadian ini yaitu proses “Reactive Oxigen Species (ROS)2, 5, 6, 3, 7.
Reactive Oxigen Species (ROS) adalah molekul yang sangat reaktif yang terdiri dari sejumlah senyawa kimia yang beragam termasuk anion superoksida (O2-), radikal hidroksil (OH-), dan hidrogen peroksida (H2O2)7. ROS dihasilkan terutama sebagai produk sampingan dari respirasi mitokondria5,7, juga dari proses katabolik dan anabolik lainnya5. Mitokondria dianggap target utama dari kerusakan oksidatif dan memainkan peran penting dalam penuaan5, 7.  
Pada mitokondria, 1-5% oksigen yang diambil oleh mitokondria akan dijadikan sebagai ROS5. Kompleks mitokondria I dan III adalah situs utama dari generasi superoksida dan memberikan kontribusi terbesar terhadap produksi ROS7. Meskipun jumlah enzim seperti NADPH oksidase juga menghasilkan ROS dalam jumlah kecil, telah ditemukan bahwa lebih dari 90% dari proses intraseluler ROS dihasilkan dengan rantai respirasi di dalam membran dalam mitokondria selama metabolisme aerobik berlangsung5.
Peningkatan jumlah ROS di dalam mitokondria, dan juga stress oksidatif dapat ditimbulkan dengan menurunkan kapasitas sistem antioksidan di dalam sel. Pada kondisi fisiologis normal, sel-sel dapat mengatasi dan membuang ROS oleh berbagai enzim antioksidan termasuk manganese- dan copper/zinc-superoksida dismutase (MnSOD danCu/ZnSOD), glutathione peroksidase dan katalase, yang kemudian berubah menjadi air dengan glutation peroksidase atau katalase. Enzim ini bersama-sama dengan antioksidan berberat molekul kecil, seperti glutathione dan vitamin C dan E, dapat membuang ROS dan radikal bebas5.
Kerusakan mtDNA yang diwariskan mengarah pada akumulasi molekul mtDNA dengan mutasi delesi, duplikasi dan titik. Dari semua mutasi mtDNA, delesi 4.977-bp menunjukkan peningkatan secara bertahap dengan usia, terutama pada jaringan postmitotik manusia (misalnya, otot, hati, paru-paru dan otak)5.
Tabel berikut menjelaskan beberapa mutasi yang dapat terjadi dan mengakibatkan tanda-tanda penuaan.

Gambar 2. Pengaruh Perubahan DNA Mitokondria terhadap Tanda-Tanda Penuaan
 Senyawa kardiolipin, Carnitine, dan CoQ juga turut mempengaruhi proses penuaaan7. Kardiolipin adalah komponen dari proses produksi energi yang ditemukan hampir secara eksklusif di mitokondria. Jumlah kardiolipin alami menurun seiring bertambahnya usia. Peroksidasi lipid, merupakan jenis kerusakan oksidan yang lebih sering terjadi pada sel-sel tua, menyebabkan penurunan kardiolipin. Akumulasi senyawa kardiolipin yang cacat dapat membahayakan efisiensi produksi energi.
Karnitin, suatu asam amino, juga penting untuk metabolisme mitokondria
karena membantu asam lemak masuk ke mitokondria,
sehingga mereka dapat dimetabolisme. Defisiensi karnitin menyebabkan ketidakmampuan untuk memenuhi energi tersimpan dalam bentuk asam lemak yang dibangun dari lemak intermediet l dan dapat menimbulkan racun bagi sel. mitokondria dari sel yang lebih tua cenderung mengandung jumlah karnitin yang sedikit. Karnitin dan kardiolipin membentuk kompleks dalam membran mitokondria. Coenzyme Q10, juga dikenal sebagai CoQ10 atau ubiquinone, adalah faktor lain yang diperlukan untuk produksi energi. Terdapat dalam makanan dan dapat diproduksi dari prekursor sederhana. Kekurangan CoQ10 dapat mempengaruhi fungsi otak dan saraf, dan penuaan sel otot rangka.
DAFTAR RUJUKAN

1 Marzuki, S. 2003. Mitochondrial Medicine Eijkman Lecture Series 1. Lembaga Biologi Molekul Eijkman. Jakarta.

2 Alexeyev F. M., Ledoux P. S. dan Wilson L. G. 2004.  Mitochondrial DNA and Aging. Clinical Science 107, 355-364.

3 Peterson M. C.,  Johannsen L. D., and Ravussin E. 2012. Review Article Skeletal Muscle Mitochondria and Aging: A Review. Journal of Aging Research Volume 2012, Article ID 194821, 20 pages doi:10.1155/2012/194821.

4 Artika M. I. 2003. Struktur dan Fungsi Biogenesis Mitokondria. Mitokondrial Medicine Eijkman Lecture Series 1. Lembaga Biologi Molelular Eijkman. Jakarta.

5 Wey Y. H. dan Pang Y. C. 2005. The Role of Mitochondria in The Human Ageing Process. BTi.

6 Arnold Y. Seo, Joseph A.,  Dutta D., Judy C. Y. Hwang, John P. Aris dan Leeuwenburgh C. 2010. New Insights into The Role of Mitochondria in Aging: Mitochondrial.

7 Cui H., Kong Y., dan Zhang H. 2012. Review Article Oxidative Stress, Mitochondrial Dysfunction, and Aging. Journal of Signal Transduction, Article ID 646354, 13 pages doi:10.1155/2012/646354

8 Lenaz, Georgio. 1998. Role of Mitochondria in Oxidative Stress and Ageing. Biochimica et Biophysica Acta 1366 (1998) 53-67. 

No comments:

Post a Comment